ETOS KERJA ORANG BALI : SELEG, SEKEN, SAJA

Etos kerja merupakan semangat bekerja atau budaya yang dimiliki oleh seseorang, organisasi, suku bangsa, atau bangsa, yang akan memberikan hasil dari pekerjaannya.  Etos kerja tersebut sangat menentukan keberhasilan kerja.  Etos kerja yang positif menghasilkan kerja yang positif (baik), etos kerja yang negatif akan memberikan hasil kerja yang negatif (buruk).  Setiap budaya, agama, kepercayaan memiliki etos kerja yang positif, yang harus digali dan diterapkan oleh generasinya agar bisa menghasilkan hasil kerja yang baik.  Perkembangan generasi selanjutnya cenderung melupakan etos kerjanya yang positif, bahkan mengembangkan etos kerja negatif dengan tanpa disadari.  Contoh dari etos kerja positif adalah: kerja keras; jujur; tekun; sabar; teliti; rajin; mau belajar; menghargai waktu; menghargai uang; menghargai orang lain.  Etos kerja yang negatif adalah kebalikan dari contoh etos kerja positif yang telah dijelaskan dengan memberi awalan kata tidak.  Kata-kata dalam etos kerja positif sangat melekat kuat dalam ingatan perbendaharaan kata Bahasa Indonesia dibandingkan dengan kata-kata dalam etos kerja negatif.  Misalnya lawan kata dari jujur, sabar dan menghargai sangat sulit dicarikan  kata yang tepat, kecuali dengan menambahkan kata tidak pada bagian depannya.  Artinya, kata-kata dalam etos kerja yang positif lebih dahulu berkembang daripada kata-kata dalam etos kerja yang negatif.  Selanjutnya, etos kerja negatif berkembang dalam generasi, organisasi, suku bangsa atau bangsa, sehingga merusak sikap mentalnya sendiri dalam menjalani kehidupan.

Orang yang berkutat dalam budayanya sendiri, dalam lingkungannya sendiri, tidak melihat dan tidak mau menerapkan keunggulan etos kerjanya sendiri, sehingga di dalam dirinya berkembang etos kerja negatif, atau etos kerja yang tidak unggul.  Misalnya orang Bali yang hanya berkutat di Bali, atau orang Jawa yang hanya berkutat di Jawa, tentu etos kerja yang dimilikinya jauh tertinggal daripada orang Bali atau orang Jawa yang sudah merantau, bergaul, belajar dan berpikir maju.  Demikian juga dosen-dosen dari suatu universitas yang hanya hidupnya mengajar dan bergaul di universitas itu-itu saja, tentu etos kerjanya jauh tertinggal dengan dosen-dosen yang sudah keluar, bergaul, dan mencari pengalaman dengan universitas lain atau dengan masyarakat di luar kampusnya.  Mengubah etos kerja menjadi positif dalam pegawai negeri terlihat cukup susah, karena alasan birokrasi, yang bekerja karena takut akan atasan, menunggu perintah atasan, sesuai prosedur, niat memberikan pelayanan kepada masyarakat cukup kurang, dan tujuan bekerja untuk gengsi dan mendapat gaji dengan santai.

Membangun etos kerja yang positif itu cukup susah, ibarat mengangkut batu yang berat dari bawah gunung ke atas gunung.  Sebaliknya membangun etos kerja yang negatif sangatlah mudah, ibarat menggelindingkan batu yang berat dari atas gunung ke bawah gunung.  Menjadi rajin, tekun, jujur, sabar, kerja keras itu susah, harus dilakukan dengan penuh semangat, gigih dan niat yang tulus, yang harus dilatih dengan terus menerus.  Menjadi orang yang malas, boros, bodoh, sangatlah gampang melakukannya dan juga sangat mudah menularkannya.  Setelah etos kerja negatif mengakar di dalam generasi, maka diperlukan usaha yang sangat serius untuk memotong dan membakar etos kerja negatif tersebut, dan menumbuhkan etos kerja positif yang baru.

Etos kerja masyarakat Bali dirangkum dalam tiga hal, yaitu: seleg (tekun, fokus), seken (serius), saja (tulus, jujur).  Nasihat orang tua kepada anak-anaknya sebagai bekal merantau, bekerja, atau menuntut ilmu tidak lepas dari tiga hal tersebut, yang sangat sederhana, tetapi mengandung etos kerja yang sangat positif.  Demikian juga nasihat-nasihat orang tua yang diselipkan dalam cerita atau dongeng pengantar tidur anak, selalu ditekankan pada kata seleg, seken dan saja, sebagai bekal dalam menjalani kehidupan, agar tidak melenceng penerapannya di kemudian hari.

Seleg, seken, saja, yang berarti tekun, serius dan jujur adalah modal generasi yang tidak terlihat (intangible capital).  Modal tersebut tidak bisa dibeli di toko, atau dipinjam dari bank, tapi harus diusahakan sendiri menjadi suatu sikap hidup yang disiplin dan penuh semangat untuk memperjuangkan dan melakukannya secara terus menerus, setiap saat dalam berusaha, atau bekerja.  Di dalam seleg ada ketekunan, kesabaran, semangat berusaha, kegigihan, kerja keras, pantang menyerah, kreatif, inovatif.  Di dalam seken ada keseriusan, tanggung jawab, bekerja tuntas, detil, sempurna, dan kepuasan batin akan hasil karyanya.  Di dalam saja ada ketulusan hati, kejujuran, memegang amanah/ kepercayaan, kesetiaan dan tepat janji.

Etos kerja masyarakat Bali yang dirangkum oleh orang tua di bali sebagai nasihat seleg, seken saja, jika dijabarkan menjadi sangat luas dan mendalam dan bisa dipraktikkan dalam berbagai bidang kerja, kehidupan bermasyarakat, berumah tangga dan bernegara.  Tiga kata nasihat tersebut harus dipraktikkan dalam satu paket bersama-sama, tidak boleh ada yang tertinggal, atau dilakukan secara terputus-putus.  Inilah modal etos kerja orang Bali agar bisa sukses dalam menjalani hidupnya.  Dan bagi mereka yang mencoba meninggalkan atau mengabaikan nasihat etos kerja tersebut, dapatlah dipastikan hidupnya akan berakhir dalam kegagalan.  Etos kerja orang Bali berlaku universal, bagi siapapun bisa meraih keberhasilan, jika mereka bekerja dengan tekun, serius dan jujur.  Sebaliknya, jika mereka bekerja tidak tekun, tidak serius, dan tidak jujur, maka dapatlah dipastikan kegagalan akan menanti hidupnya.

Tinggalkan Balasan