Bisnis Tidak Bisa Tuntas dengan Banyak Rencana dan Diskusi

Bisnis itu nyata, bukan maya. Maksudnya jual beli harus riil, ada transaksi, ada barang/ jasanya, ada rencananya, ada aksinya, dan ada hasilnya.  Begitulah kesimpulan difinisi bisnis yang saya dapatkan dari menjalaninya.  Bagaimana memulainya? Ya… Jalani saja, pelajari dan latih pelan-pelan, jangan pernah berhenti berusaha, ibarat naik sepeda, harus terus mengayuh, berhenti mengayuh maka segera akan jatuh.

Beberapa kali pertemuan bisnis di kedai kopi milenial saya ikuti, sambil mengamati, sambil mendengarkan, sambil membuka medsos, sekali-kali juga ikut nimbrung menimpali pembicaraan teman, agar tidak kaku.  Pertemuan pertama beberapa tahun lalu saya diajak beberapa kali membahas pengembangan kawasan wisata dari modal asing dengan menyediakan sekian puluh hektar tanah untuk wisata, dengan proposal biaya, gambar dan rencana kerja, serta untung di masa depan.  Hasilnya dalam waktu lebih dari lima tahun rencana tersebut tetap di angan-angan mereka.  Beberapa rencana bisnis juga didiskusikan di kedai kopi milenial di berbeda tempat, di tengah keramaian dan keriuhan diskusi orang ngopi dan kesendirian orang memelototi komputer dan gadgetnya sambil menyeruput kopi atau minuman lainnya, rencana dan diskusi bisnis menjadi tampak seru dan menggebu-gebu, seolah gampang semudah membalik telapak tangan.  Beberapa orang saya temui pada kesempatan yang berbeda menjelaskan dirinya sukses sebagai penasihat keuangan, ahli perikanan dan udang, ahli peternakan ayam dan sapi, ahli menanam buah-buah tropis, ahli herbal dengan multilevel marketing, dengan keuntungan bermilyar-milyar rupiah dengan cara mudah.  Sebagai praktisi bisnis yang merangkak dari bawah, tentu saya tahu bagaimana susahnya mencari untung dan bertahan dalam membangun bisnis.  Kalau ada orang atau kelompok orang yang mengatakan bisnis itu mudah, terus terang saya mulai mengalihkan perhatian saya dengan berpura-pura serius mendengarkannya dan kadang bertanya seperti orang bego sampai mereka sendiri bingung menjelaskannya.

Sampai beberapa kali pertemuan selanjutnya, yang saya ikuti dengan setengah hati, mereka tetap saja membuat rencana kerja dan berdiskusi dengan berbagai asumsi, seandainya begini, seandainya begitu, maka demikian hasilnya.  Ada juga bisnis yang sebenarnya aktivitas maklar atau penghubung untuk memuluskan perijinan, maklar tanah, maklar kasus, yang mendapatkan keuntungan dari komisi, uang sogok, dari uang dengar, uang koneksi dan kasak-kusuk, yang saya tidak saya masukkan sebagai aktivitas bisnis, hanya kongkow-kongkow berhadiah, kalau nasib mujur, dan berhadiah plus bui kalau nasib lagi apes.

Sampai saya mendapatkan suatu kesimpulan bisnis yang perlu saya informasikan, bahwa tidak ada jalan mudah, gampang, tanpa keahlian khusus, untuk menjalankan bisnis dan mendapatkan untung.  Saya sudah sangat banyak membaca buku dan bergaul dengan orang yang melakukan bisnis riil, bahwa cara mereka mengerjakan bisnis dengan banyak rencana dan banyak diskusi adalah salah.  Tapi mereka sangat menikmatinya.  Apa boleh buat.  Saya belajar bisnis dari ayam, harus terus mengais mencari makan, walau hujan sekalipun, ayam terus mengais.  Sementara mereka yang asyik mengobrol dan berencana, akan kehabisan waktu dalam menjalani hidupnya, tenggelam dalam keriuhan diskusi di kedai kopi dengan mulut berbusa-busa dan angan-angan setinggi langit.   Bisnis tidak bisa tuntas dengan banyak rencana dan diskusi.  Bisnis harus dilakukan dengan aksi, karya nyata, karena bisnis itu nyata.

Tinggalkan Balasan