Resensi Novel: Kesetiaan Mr. X. Melindungi Pembunuh dengan Membunuh.

Sebuah buku menarik untuk dilirik dipajang di rak toko buku berjudul:”Kesetiaan  Mr.X, ditulis oleh Keigo Higashino.  Saya ragu membelinya, karena cukup tebal (317 halaman), dan saya takut waktu saya habis untuk mengikuti jalan pikiran penulisnya yang berliku-liku.  Akhirnya buku itu dibeli juga karena gaya bahasanya menarik dan judulnya unik.  Mata saya melotot dua hari melahap jalan cerita novel, cukup berliku, penuh intrik dan tipuan, berdasarkan logika, merupakan pertarungan pikiran antara ahli matematika lawan ahli fisika.

Seorang ahli matematika, guru SMA, Ishigami bertekad melindungi tetangganya seorang wanita janda cantik, Yasuko,  beranak satu, karena telah membunuh suaminya yang suka memerasnya walau dia sudah bercerai, secara tidak sengaja dengan kabel listrik.  Putri janda tersebut yang masih SMP juga terlibat dalam pembunuhan.  Ishigami bertekad untuk melindungi janda dan putrinya tersebut dari jeratan hukum dengan membuat alibi berbeda, tanggal pembunuhan berbeda, tempat pembunuhan berbeda, dan orang yang dibunuh juga berbeda, dengan cara membunuh gelandangan dan melemparkannya ke sungai dengan wajah mayat yang rusak dan sidik jari dihilangkan.  Suami yang terbunuh tersebut dimutilasi dibuang dengan pemberat di sungai yang berbeda, sehingga jasadnya hilang seperti ditelan bumi.  Di sinilah polisi menjadi pusing tujuh keliling menentukan siapa yang terbunuh dan siapa yang membunuh, serta kapan terbunuh, karena tanggal pembunuhan dan alibi pembunuh yang berbeda.  Polisi dibantu oleh profesor fisika, Yukawa, untuk memecahkan persoalan ini, yang kebetulan profesor fisika itu merupakan teman baik di kampusnya dulu.  Selanjutnya pertarungan logika matematika dan logika fisika dimulai, sampai akhirnya Ishigami mengakui dirinya sebagai pembunuh suami janda tersebut dan bersedia masuk penjara, padahal Ishigami sebenarnya bertindak sebagai pembunuh gelandangan Mr.X, bukan pembunuh suami Si Janda cantik.

Pertanyaannya, kenapa Ishigami rela mengorbankan dirinya melakukan tugas mustahil dan di luar logika tersebut, padahal dia adalah ahli logika matematika?    Jawabannya adalah karena Ishigami pernah diselamatkan secara tidak sengaja melalui bel pintunya yang berbunyi, saat janda tersebut memperkenalkan dirinya sebagai tetangga apartemen, dan di saat yang sama Ishigami sedang mencoba bunuh diri dengan menjerat lehernya di tiang pintu kamarnya.  Ishigami selamat dari percobaan bunuh dirinya setelah dia dengan terpaksa membuka pintu apartemennya, setelah melihat beningnya mata janda tersebut yang sambil tersenyum memperkenalkan diri.  Ishigami langsung jatuh cinta sendiri setengah mati dan siap berkorban demi kebahagiaan janda dan putrinya tersebut, sesuai dengan kebenaran logikanya sendiri.  Hidup Ishigami digunakan hanya untuk matematika dan janda yang dicintainya.  Ishigami bersedia menjadi pembunuh, untuk mengakui pembunuhan yang dilakukan oleh buah hatinya, walau melawan hukum, walau harus berperang logika dengan temannya profesor fisika, walau hidupnya berakhir di penjara, asal janda yang disayanginya tersebut, bahagia, bebas dari tuntutan hukum.

Begitulah hebatnya cinta, seorang lelaki, demikian juga perempuan  akan siap berkorban untuk orang yang disayanginya.  Seperti lagu gombloh mengatakan: “Jika cinta melekat, tai kucing rasa coklat.”  Novel ini juga mengajarkan bagaimana ilmu menguntit, detektif, membaca logika, menghubungkan informasi-informasi yang berserakan menjadi informasi utuh, menangkap pesan dan simbol yang ada di dalam pembicaraan dan tingkah laku seseorang dan membaca karakter, yang dihubungkan dengan ilmu logika matematika dan fisika.  Novelnya bagus dan mengesankan, menegangkan, sekaligus membingungkan kenapa bisa demikian endingnya.  Sekali lagi, karena “Cinta itu buta.”

 

Tinggalkan Balasan