Filosofi Jalan Kaki

Sebuah buku berkelebat dalam bentuk gambar, sebagai iklan online mengganggu konsentrasi saya bermedia-sosial, buku itu berwarna kuning dengan judul: ” A Philosophy of Walking,”  oleh Frederic Gros.  Iklan buku itu saya abaikan berkali-kali, karena saya anggap mengada-ada.  Pikiran saya ngedumel: “Masak jalan kaki saja pakai filosofi, sepertinya pengarangnya kurang kerjaan saja, terlalu mengada-ada.”  Sampai beberapa bulan kemudian buku itu saya temui lagi di toko buku, dia seolah mengedipkan mata seksinya untuk ditatap, merajuk kantong saya untuk membelinya, dan akhirnya, buku itu saya baca tuntas, sambil senyum-senyum.  Ternyata apa yang ditulis oleh buku itu berdasarkan analisa penulisnya, dan saya yakin juga penulisnya juga sudah mempraktikkan ilmu jalan kaki tersebut, sehingga dengan mudah mengambil sari ilmunya berupa filsafat jalan kaki.  Buku itu juga menguraikan pengalaman jalan kaki oleh pengarang dan filsof terkenal, yang menemukan pemikiran-pemikiran barunya melalui jalan kaki yang sangat panjang, sampai beberapa tahun, puluhan tahun, bahkan sampai akhir hayatnya, karena kakinya bengkak, lututnya keropos  sampai tidak bisa berjalan lagi.  Untuk urusan berjalan kaki sampai lutut bengkak tentu tidak perlu dituruti, karena mereka sedikit gila.

Mereka yang menerapkan ilmu jalan kaki ini adalah Nietzsche, Rimbaud, Rousseau, dll, yang menemukan kebebasan, inspirasi, kesedrhanaan hidup dan keberanian menghadapi kesendirian dan kesenyapan hidup melalui jalan kaki.  Khusus tentang jalan kaki saya menghubungkannya dengan teknik untuk menjala informasi dan inspirasi dalam bidang apapun, dengan cara jalan kaki.  Saat kaki berjalan, kaki yang satu ke depan melangkah maju, kaki yang lain di belakang bersiap melangkah ke depan, pelan, tapi pasti, melangkah maju dengan tanpa beban, pikiran bebas menyerap informasi dan menangkap inspirasi, yang sering kali tidak dipikirkan saat duduk atau mengurung diri di dalam ruangan.  Dengan jalan kaki, filsuf-filsuf tersebut meredakan ketegangan hidup, mengobati penyakitnya, dan mendapatkan kebebasan dan kemerdekaan hidupnya.

Selama pandemi Covid 19, saya memiliki kebiasaan baru berjalan kaki setiap pagi keliling komplek perumahan, berjalan ke pasar rakyat dan toko kelontong, dengan tujuan oleh raga, refreshing, berbelanja, dan berkomunikasi dengan keluarga (istri) yang saya ajak berjalan.  Setelah saya membaca buku filosofi jalan kaki, saya menjadi semakin yakin dengan pengaruh positif yang saya dapatkan dari jalan kaki.  Saya bisa menulis lepas, bebas setelah jalan kaki setiap pagi.  Suatu saat saya mencoba jalan kaki malam-malam keliling komplek perumahan, dan saya mendapatkan kebebasan berpikir dan berkreasi tentang pemecahan masalah-masalah yang saya hadapi, sehubungan dengan penelitian, pengembangan usaha.  Setelah membaca buku itu saya terus rajin berjalan kaki sambil berdiskusi dengan batin saya sendiri untuk mencari informasi, inspirasi dan intuisi baru dalam mengembangkan usaha saya.

Tinggalkan Balasan