Seorang petani memiliki kucing kesayangan belang tiga, berwarna kuning kemerahan-hitam-putih, yang dianggapnya sebagai kucing keberuntungan. Di pagi hari buta, petani menemukan kucingnya mati terkapar, karena memakan racun tikus. Istri petani yang masih terlihat cantik itu memasang muka ngambek kepada suaminya, agar segera ke pasar hewan membeli kucing belang tiga, yang mirip warnanya dengan hewan kesayangannya yang sudah kaku.
“Ingat beli kucing belang tiga, yang lucu, bersahabat dan juga suka menangkap tikus,” pesan istri petani. Pak tani langsung ngacir mengegas motor bututnya pergi ke pasar hewan untuk membeli kucing. Sekali jalan, Pak Tani juga membeli sayur, ikan, tempe dan beras, sambil membeli kucing sesuai pesan istrinya yang merupakan tugas sangat penting yang harus dikerjakan, daripada terus dipamerin muka sewot oleh istri tercintanya. Karena hari sudah siang, dan Pak Tani terburu-buru. Dia menemukan hanya ada satu pedagang kucing, dan itu merupakan satu-satunya kucing yang ada dan siap dijual, yang katanya kucing kesayangannya yang harus dijual karena harus membeli beras, maka Pak Tani memutuskan untuk membeli kucing yang mengeong lucu walau kucingnya masih terbungkus dalam karung.
“Kucing ini sangat bagus, warna bulunya belang tiga dan sangat disayang istri saya, kalau tidak karena kami harus membeli beras untuk hidup hari ini, kucing ini tidak saya jual, harganya tidak mahal dan juga tidak murah, boleh bayar seikhlasnya. Tapi maaf jangan dibuka karungnya, nanti kucingnya lepas, minggat lari ke dalam pasar dan ngumpet di kolong-kolong meja pasar,” kata Pedagang kucing.
Pak Tani dengan ikhlas merogoh sisa uangnya di kantong yang tinggal dua ratus ribu rupiah untuk membeli kucing yang rajin mengeong di dalam karung. Dengan senyum Pak Tani membawa kucing dalam karung tersebut pulang ke rumah, dan dia disambut gembira oleh istrinya, seperti menyambut pahlawan pulang dari medan tempur. Setelah kucingnya dibuka dari dalam karung, ternyata kucing bulukan, penuh kudis dan mata belekan, berwarna hitam dekil keluar dari karung, sambil mengeong-ngeong lebih keras. Istri petani melanjutkan ngambeknya memasang wajah monyong, karena kucing yang dibeli suaminya tidak sesuai harapannya. Istri petani setres memikirkan kucing dalam karung, dan terus mengoceh setiap saat: “Jangan beli kucing dalam karung.”
Sejak saat itu, istilah “jangan beli kucing dalam karung” menjadi semakin luas digunakan untuk menasihati orang, agar jangan percaya atau membeli sesuatu dari mendengar, sebelum melihatnya, sebelum merasakannya.