Pembangunan Bisnis Pertanian: Fokus pada Produk dan Bekerjasama

Pembangunan bisnis pertanian berbasis desa harus dilakukan bersama-sama, tidak bisa sendiri-sendiri.  Di dalam beberapa desa atau dalam satu kecamatan memiliki produk unggulan berdasarkan keahliannya yang sudah dipraktikkan secara empiris, turun-temurun, sehingga keahliannya dalam bertani untuk menghasilkan produk tertentu sudah terbiasa dan berhasil, misalnya sebagai peternak kambing, sapi, kerbau, bebek,  ayam kampung-pedaging-petelur, sebagai petani sayur, bunga, buah, tanaman hias, perikanan, padi, palawija, kacang-kacangan, jagung, kopi, coklat, kelapa, industri pengolahan makanan, dan masih banyak lagi contoh-contoh produk pertanian yang bisa dikembangkan dengan berbasis desa.

Syaratnya adalah harus ada kerja sama antar petani, pedagang sarana produksi, pedagang pengepul, pedagang besar, pelaku industri pengolahan, dan pemasar hasil industri pengolahan.  Tanpa kerja sama yang baik (hanya ingin untung sendiri, tidak menghiraukan kepentingan anggota), maka pembangunan bisnis pertanian pasti gagal.  Contoh pada pertanian buah, misalnya jeruk, mangga, duren, atau anggur,  sering-kali terjadi sistim penjualan ijon, yaitu pembeli  buah dilakukan saat buah masih muda.  Tujuannya adalah agar pembeli bisa menekan harga petani semurah-murahnya, petani kekurangan uang dan tidak mau menanggung risiko gagal panen.  Dengan cara itu pembeli memaksa tanaman untuk berbuah bagus dengan menggunakan zat-zat kimia, memanen sebelum waktunya karena risiko gagal panen, sehingga kualitas buah menjadi rendah.  Pembeli buah merasa kecewa dengan kualitas yang tidak bagus, sehingga nama desa/ lokasi pertanian berbasis produk menjadi tercoreng.

Contoh yang lain pada peternakan sapi, ayam dan kambing, yang keuntungannya lebih besar diambil oleh pedagang pengepul, dan petani memperoleh sangat sedikit keuntungan.  Jika kerjasama yang kurang menguntungkan petani ini berlanjut, maka petani tidak mau melanjutkan usahanya, karena rugi.  Hasilnya pengepul juga kehilangan pekerjaannya, dan rantai bisnis pertanian menjadi terputus.

Sangat banyak contoh-contoh pembangunan bisnis pertanian yang gagal karena produk yang dibisniskan tidak fokus dan tidak ada kerja sama yang baik antar pelaku bisnis pertanian.  Koperasi/ kelompok  petani-peternak-perikanan akan menguatkan nilai tawar posisi petani sebagai produsen terhadap tekanan pasar yang ingin membeli produk petani dengan harga rendah.  Generasi muda harus ada yang terpanggil untuk membangun pertanian di desanya, dengan melakukan terobosan ide dan aksi nyata untuk membangun pertanian.  Tanah-tanah yang terlantar karena kekurangan sumber daya air, atau tidak ada yang mengelola bisa dilakukan kerjasama bagi hasil atau sewa dengan kelompok tani atau koperasi.  Dengan cara demikian pembangunan pertanian berbasis desa bisa dilakukan, dengan konsep kemandirian, kreativitas dan inovasi dalam bisnis pertanian.

Tinggalkan Balasan