Saraswati sebagai hari peringatan tentang turunnya ilmu pengetahuan oleh Dewi Saraswati setiap 210 hari, pada hari Sabtu Umanis Watugunung. Umat Hindu di Bali memperingatinya dengan melakukan persembahyangan di pura, khususnya di pura-pura yang berhubungan dengan pendidikan, seperti di sekolah, universitas, balai pelatihan dan pendidikan, balai kursus, pasraman (tempat belajar agama bersama).
Persiapan Saraswati dilakukan beberapa hari sebelumnya dengan membersihkan-merapikan buku-buku, kitab suci, lontar dari tempatnya, kemudian mengambil sebagian sebagai perwakilan dari buku-buku yang dimilikinya untuk diberikan doa dan syukur atas kasih Hyang Widhi, yang disebut Sang Hyang Aji Saraswati menurunkan ilmu pengetahuan kepada manusia. Dengan doa dan syukur tersebut, manusia bisa menghargai, memaknai, mempelajari, mempraktikkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan untuk kebaikan, perdamaian dan kesejahteraan umat manusia, menjaga kelestarian lingkungan dan keseimbangan dunia.
Ilmu pengetahuan diturunkan oleh Hyang Widhi dalam bentuk imajinasi manusia, bahwa hanya manusia yang tercerahkan, memiliki pikiran yang bersih, fokus, tulus dan konsisten belajar akan mendapatkan pengetahuan. Selanjutnya pengetahuan tersebut dilestarikan oleh manusia dengan kebijaksanaannya melalui tutur, cerita yang diturunkan dari generasi ke generasi, dan ditulis dan ditulis lagi dalam bentuk huruf-huruf/ aksara.
Saraswati diperingati sebagai hari motivasi untuk belajar, membaca huruf-huruf/ aksara yang ada tertulis di dalam buku/ lontar, untuk menggali dan memperdalam ilmu, mendengarkan tutur luhur sebagai kebijaksanaan yang diturunkan melalui petuah, cerita dan tembang. Memperingati Saraswati bukan sekedar berdoa dan bersyukur akan turunnya ilmu pengetahuan, akan tetapi bagaimana mewujudkan doa dan syukur tersebut menjadi praktik dan kebiasaan belajar melalui membaca, untuk berkomitmen menjadi manusia pembelajar yang abadi.